WikiLeaks: Adu Syiah dan Sunni adalah Strategi AS Gulingkan Presiden Suriah
Pendiri situs antikerahasiaan WikiLeaks, Julian Assange, membocorkan informasi bahwa Amerika Serikat (AS) mencoba menggulingkan Presiden Suriah, Bashar Al-Assad, sejak 2006. Salah satu caranya dengan mengadu dan menciptakan ketegangan antara kaum Sunni dan Syiah.
Menurut Assange, strategi ini dilaksanakan sebagian untuk memprovokasi Pemerintah Assad. Whistleblower yang bersembunyi di Keduataan Ekuador di London itu mengungkapkannya dalam sebuah dokumenter yang disiarkan hari Minggu di stasiun televisi Rossiya1.
Bos WikiLeaks itu menyatakan bahwa, Washington sedang berusaha untuk membuat Pemerintah Suriah paranoid. ”Dan mendapatkan reaksi berlebihan,” katanya, yang menambahkan bahwa AS menciptakan ketegangan antara Sunni dan Syiah.
Assange mengklaim bahwa anggota pasukan udara AS, Inggris dan Prancis pernahbertemu dengan perwakilan dari Stratfor, sebuah perusahaan intelijen global sebelum Desember 2011. Para pejabat menyatakan bahwa ada sudah agen khusus yangbertindak di Suriah, tapi mereka membutuhkan kemarahan besar pertumpahan darah untuk alasan yang signifikan guna menyerang sistem pertahanan udara Suriah.
Suriah telah dilanda perang saudara sejak 2011, di mana pasukan rezim Assadmemerangi beberapa pasukan faksi oposisi dan kelompok-kelompok militan radikal.Konflik di Suriah semakin parah, setelah muncul kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Negara-negara Barat dan beberapa negara Timur Tengah tidak menganggap Assadsebagai pemimpin otoritas yang sah dari Suriah. Pada tahun 2011, Washington memberlakukan sanksi terhadap Assad dengan harapan bahwa ia akan mengundurkan diri. Tapi, sampai saat ini Assad masih berkuasa, terutama sejak ditolong sekutunya, Rusia.
Suriah pada 2014 juga pernah menggelar Pemilu di mana Assad terpilih lagi menjadi Presiden setelah menang telak dengan perolehan suara 88,7 persen. Namun, AS dan sekutunya menganggap Pemilu itu sebagai lelucon.
Menurut Assange, strategi ini dilaksanakan sebagian untuk memprovokasi Pemerintah Assad. Whistleblower yang bersembunyi di Keduataan Ekuador di London itu mengungkapkannya dalam sebuah dokumenter yang disiarkan hari Minggu di stasiun televisi Rossiya1.
Bos WikiLeaks itu menyatakan bahwa, Washington sedang berusaha untuk membuat Pemerintah Suriah paranoid. ”Dan mendapatkan reaksi berlebihan,” katanya, yang menambahkan bahwa AS menciptakan ketegangan antara Sunni dan Syiah.
Assange mengklaim bahwa anggota pasukan udara AS, Inggris dan Prancis pernahbertemu dengan perwakilan dari Stratfor, sebuah perusahaan intelijen global sebelum Desember 2011. Para pejabat menyatakan bahwa ada sudah agen khusus yangbertindak di Suriah, tapi mereka membutuhkan kemarahan besar pertumpahan darah untuk alasan yang signifikan guna menyerang sistem pertahanan udara Suriah.
Suriah telah dilanda perang saudara sejak 2011, di mana pasukan rezim Assadmemerangi beberapa pasukan faksi oposisi dan kelompok-kelompok militan radikal.Konflik di Suriah semakin parah, setelah muncul kelompok radikal Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS).
Negara-negara Barat dan beberapa negara Timur Tengah tidak menganggap Assadsebagai pemimpin otoritas yang sah dari Suriah. Pada tahun 2011, Washington memberlakukan sanksi terhadap Assad dengan harapan bahwa ia akan mengundurkan diri. Tapi, sampai saat ini Assad masih berkuasa, terutama sejak ditolong sekutunya, Rusia.
Suriah pada 2014 juga pernah menggelar Pemilu di mana Assad terpilih lagi menjadi Presiden setelah menang telak dengan perolehan suara 88,7 persen. Namun, AS dan sekutunya menganggap Pemilu itu sebagai lelucon.
No comments: