Ribut Soal UKT, Ternyata Inilah Cara Kampus Tentukan Uang Kuliah!



Sistem uang kuliah tunggal (UKT) membagi rata kebutuhan biaya kuliah mahasiswa hingga lulus pada setiap semester. Pemerintah dan perguruan tinggi pun memiliki mekanisme tersendiri dalam menentukan biaya kuliah ini.

Rektor Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) Rochmat Wahab menjelaskan, besaran biaya kuliah di kampusnya ditentukan oleh program studi (prodi) yang dipilih mahasiswanya. "Mahasiswa di prodi teknik dan MIPA akan membayar lebih mahal karena mereka butuh banyak praktikum. Dan praktikum ini butuh fasilitas laboratorium dan berbagai alat penunjang," ujar Rochmat, belum lama ini.

Rochmat memaparkan, setelah prodi teknik dan MIPA, kelompok biaya kuliah yang cukup mahal di UNY berikutnya adalah prodi-prodi di rumpun ilmu olahraga dan seni. Mahasiswa di prodi tersebut juga butuh banyak praktikum.

"Sedangkan biaya kuliah di bidang pendidikan dan sosial paling murah karena praktikumnya tidak butuh banyak biaya," imbuhnya.

Dari segi UKT, pemerintah mengelompokkan penghasilan para orangtua/wali mahasiswa ke dalam beberapa kelas. Mahasiswa kemudian membayar UKT sesuai kemampuan finansial masing-masing. Meski demikian, Rochmat menjamin, UKT untuk semua jalur masuk PTN sama besar.

"Hanya tergantung pada penghasilan orangtua. Jangan sampai anak dari keluarga tidak mampu malah memberi subsidi bagi mahasiswa kaya," imbuhnya.

Tidak jauh beda dengan perguruan tinggi negeri (PTN), mekanisme penentuan biaya kuliah di perguruan tinggi swasta (PTS) juga serupa. Wakil Rektor Bidang Financial & Marketing Universitas Tarumanagara (Untar), Chairy, menjelaskan, perhitungan biaya kuliah dihitung dari beban penyelenggaraan perkuliahan di tiap prodi.

Prodi-prodi di rumpun teknik akan membutuhkan biaya operasional lebih besar karena para mahasiswa butuh fasilitas laboratorium untuk berbagai praktikum. Demikian juga biaya kuliah di fakultas kedokteran.

Sebaliknya, biaya kuliah di prodi rumpun ilmu sosial akan cenderung lebih mudah karena para mahasiswa tidak membutuhkan banyak fasilitas untuk praktikum. Chairy menjelaskan, saat ini perbandingan biaya kuliah di fakultas non-kedokteran dan fakultas kedokteran adalah 1:10.

"Jadi, kalau mahasiswa Fakultas Ekonomi membayar Rp25 juta, maka mahasiswa Kedokteran harus membayar Rp250 juta sebagai uang masuk pertama kali," tuturnya.

Selain uang pangkal yang harus dibayar saat mahasiswa mendaftarkan diri, PTS juga membebankan biaya kuliah berdasarkan kredit (SKS) yang mereka ambil setiap semesternya. Untar membebankan biaya Rp225 ribu per SKS.

"Artinya, kalau dalam satu semester seorang mahasiswa mengambil 20 SKS, maka dia harus membayar Rp4,5 juta sebagai biaya kuliah semester tersebut, ditambah lagi biaya registrasi. Kecuali mahasiswa kedokteran yang pakai sistem blok," imbuhnya.
Chairy memaparkan, hingga kini uang kuliah yang dibayarkan mahasiswa masih menjadi komponen utama penyelenggaraan perkuliahan di PTS. Padahal PTS sebenarnya tidak boleh bergantung pada uang kuliah karena nantinya tidak akan cukup.

Biasanya, perguruan tinggi yang tidak cukup membiayai operasional mereka dari uang kuliah adalah yang jumlah mahasiswanya kurang. Jika suatu PTS memiliki banyak mahasiswa, maka uang kuliah dari para mahasiswa akan cukup membiayai semua keperluan mereka.

"Ke depan, bergantung pada uang kuliah tidak cukup. Makanya perguruan tinggi dituntut punya pendapatan sendiri. Itu sebabnya Yayasan Tarumanagara punya berbagai unit dan badan usaha. Selain itu, universitas juga "mengkomersilkan" kepakarannya. Jadi ada keahlian atau ilmu yang bisa menghasilkan pemasukan bagi institusi," tuturnya. Dilansir dari Okezone.com

No comments:

Powered by Blogger.