Akhir Tahun Ditutup! Program Prioritas Jokowi Berhasil, Rakyat Sejahtera, Dunia Salut!

Usai setahun lebih memerintah Indonesia, Presiden Jokowi tancap gas urusan percepatan pembangunan perekonomian dan taraf hidup rakyat Indonesia. Program - program tersebut sudah tertuang dan beberap sudah di ground breaking (proses tahap awal). Program yang jangka pendek bahkan harus selesai sebelum Tahun 2019. 



Program yang sudah harus selesai misalnya, Pembangunan Jalan Tol di Provinsi Sumatera Utara sudah harus selesai Akhir Tahun 2016, Jalan Trans Papua, Jembatan terpanjang di Papua, Trans Kereta Api di Sulawesi, Trans Kalimantan. Pengurangan biaya transportasi Hewan sapi juga dipangkas hingga 30% melalui program Tol Laut. Beberapa komoditi lokal juga sudah mulai ekspor yakni beras organik, jagung dari NTT, Garam dari Pulau Jawa.

Berikut ini merupakan program prioritas Jokowi yang membuat dunia internasional geleng - geleng kepala :


DESA SEBAGAI “PUSAT” KESEJAHTERAAN

Pemerintah dengan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menaikkan alokasi Dana Desa, dari Rp20,76 triliun pada 2015 menjadi Rp46,9 triliun di tahun 2016, atau naik lebih dari 100%

Desa yang identik dengan keterbelakangan, penduduk usia renta, serta kemiskinan, menjadikan penduduk usia produktif di desa berbondong-bondong pindah ke kota, dengan harapan memperbaiki tingkat kesejahteraannya. Akibatnya desa semakin terpinggirkan sementara kota mengalami kepadatan.

Pembangunan desa menjadi salah satu program prioritas pemerintah dalam upaya pemerataan kesejahteraan. Pemerintah mendorong agar desa mampu membangun fondasi ekonomi melalui pembangunan infrastruktur desa serta pemanfaatan potensi-potensi perekonomian di desa.

Melalui dana desa, pemerintah berupaya untuk mengubah citra desa yang identik dengan keterbelakangan, penduduk usia renta, serta kemiskinan menjadi desa yang produktif.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengatakan, ia berharap perkonomian di desa akan tumbuh seiring dengan adanya alokasi dana desa untuk pembangunan desa. Presiden Jokowi menegaskan keinginannya agar perekonomian desa mulai bergerak. Menurut Presiden, pemerintah telah mengalokasikan dana sebesar Rp20,7 triliun untuk 74.754 desa di seluruh Indonesia. “Saya ingin ekonomi desa bergerak. Tahun 2015 dialokasikan dana desa sebesar Rp20,7 T. Segera gunakan dana itu,” kata Presiden.

Menurut Presiden, dana desa akan menjadi andalan dalam menggerakkan perekonomian Desa, membangun infrastruktur desa sekaligus menciptakan sebanyak-banyaknya lapangan kerja di desa untuk mengatasi pengangguran, kemiskinan serta meningkatkan daya beli masyarakat desa.

Dana desa yang sudah diterima desa diharapkan langsung digunakan untuk membangun berbagai infrastruktur desa seperti jalan, irigasi, jalan usaha tani, sanitasi, embung, dan pembangunan berbagai potensi ekonomi yang dimiliki sesuai dengan kondisi di desa.

Penggunaan dana desa dalam rangka membangun infrastruktur desa, selain menyerap langsung banyak warga desa yang bekerja di proyek-proyek infrastruktur, juga akan memberikan efek domino seperti muncul berbagai kegiatan usaha ekonomi yang terkait langsung maupun tidak langsung dengan proyek-proyek desa, seperti usaha material, usaha kuliner, usaha pakaian, jasa transportasi, dan usaha lainnya yang terkait dengan pemenuhan kebutuhan proyek pembangunan desa dan kebutuhan para pekerjanya.

Dana Desa memiliki potensi luar biasa dalam upaya mempercepat pertumbuhan dan pembangunan desa dalam rangka mengatasi berbagai persoalan yang selama ini ada. Namun bagaimana menjaga supaya pemanfaatan tersebut tetap di koridor yang diharapkan, menjadi pekerjaan bersama seluruh elemen bangsa dalam mengawasi penggunaan dan pemanfaatan dana Desa agar digunakan dengan sebaik-baiknya.

Pemerintah dengan dukungan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menaikkan alokasi Dana Desa, dari semula Rp20,76 triliun pada 2015 menjadi Rp46,9 triliun pada tahun anggaran 2016, atau kenaikan lebih dari 100%. Harapannya, dengan anggaran yang meningkat maka desa dapat mengembangkan kualitas dan kesejahteraan masyarakatnya.


KEMANDIRIAN ENERGI NASIONAL MELALUI PEMANFAATAN PANAS BUMI

Walaupun Indonesia memiliki potensi energi panas bumi terbesar di dunia, yakni 28 ribu MW, baru sekitar 5% yang termanfaatkan.

Salah satu kekuatan penting suatu negara adalah kemampuannya untuk mengontrol sumber daya alam yang dimilikinya. Jika keadaan demikian tidak dapat dilakukan, maka negera tersebut akan menjadi lemah dan tidak dapat merancang masa depannya.

Sebagai negara yang berada pada kawasan cincin api, Indonesia tentu memiliki potensi sumber daya alam yang sangat besar. Maka dari itu, pemerintah harus segera memanfaatkan berbagai potensi tersebut agar dapat digunakan untuk kepentingan masyarakat.

Presiden Jokowi, sangat sadar akan besarnya potensi sumber daya alam yang dimiliki Indonesia untuk dimanfaatkan menjadi sumber energi untuk pembangunan. Selain energi fosil (tak terbarukan), Indonesia memiliki potensi yang sangat besar dalam energi terbarukan. Sehingga, dalam program-program pemerintahannya, Presiden Jokowi bertekad mewujudkan kemandirian energi nasional dengan memaksimalkan pemanfaatan potensi-potensi sumber daya energi yang dimiliki Indonesia, terutama yang ramah lingkungan.

“Kita mempunyai kekuatan geothermal 28 ribu, nanti ada angin, ombak, matahari dan biomassa,” kata Presiden Jokowi saat meresmikan Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB) Kamojang Unit 5 sekaligus juga Groundbreaking Proyek-Proyek Pengembangan Geothermal, di Kabupaten Bandung, Jawa Barat, Minggu (5/7/2015).

Presiden Jokowi menargetkan, dalam masa pemerintahannya akan membangun pembangkit listrik 35 ribu Mega Watt (WT). Target tersebut dicanangkan, selain untuk kebutuhan industri dalam rangka meningkatkan perekonomian Indonesia, tentu agar cita-cita elektrifikasi hingga pelosok-pelosok negeri dapat tercapai.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019. Energi secara umum dilihat sebagai aspek mendasar bagi pembangunan nasional Indonesia. Tantangan utama yang dihadapi dalam sektor energi adalah meningkatkan keandalan pasokan energi, sarana dan prasarana, serta proses dan penyalurannya untuk memenuhi keperluan domestik.

Persoalan energi merupakan kepentingan semua negara di dunia. Sehingga energi bukanlah merupakan komoditas biasa, namun merupakan komoditas strategis mengingat seluruh sistem dan dinamika kehidupan manusia dan negara tergantung kepada energi sebagai urat nadi kehidupan pada hampir semua sektor.

Untuk itu, program pemerintah dalam rangka mewujudkan kemandirian energi nasional bukanlah hal yang mustahil untuk dicapai. Keseriusan pemerintah untuk terus meningkatkan pasokan energi dengan memaksimalkan berbagai potensi yang sudah ada, menjadi faktor penting dalam mewujudkan kemandirian energi.

“Kita punya panas bumi, angin, air, biomasa, dan bioenergi yang belum tergarap maksimal,” kata Presiden Jokowi.

Tidak bisa dipungkiri, bahwa energi rnerupakan penggerak bagi industri dan pertumbuhan ekonomi nasional yang keduanya sangat krusial bagi kekuatan negara. Energi merupakan penggerak bagi segala sektor, dari mulai rumah tangga, perdagangan, transportasi, sampai sistem komunikasi dan informasi.

“Target 35 ribu MW ini bukan target main-main, selalu saya ikuti tiap hari, tiap minggu, tiap bulan, saya suruh paparkan progresnya seperti apa, perkembangannya seperti apa, yang di sini sudah selesai seperti apa,” kata Presiden Jokowi.


PRESIDEN INSTRUKSIKAN AMBILALIH KONTROL RUANG UDARA BLOK ABC

Kepada Deputi Perdana Menteri (PM) Singapura, Presiden Jokowi menegaskan komitmen pemerintah Indonesia untuk mengambil-alih kontrol FIR di Blok ABC
Kontrol atas ruang udara atau FIR (Flight Information Region) di wilayah Kepulauan Riau yang meliputi Batam, Tanjung Pinang, Karimun, dan Natuna yang dikendalikan oleh Singapura dan Malaysia akan segera diambil alih oleh pemerintah Republik Indonesia (RI).

Penguasaan atas kontrol ruang udara tersebut akan memberikan pengaruh besar dalam berbagai sektor terutama pertahanan dan keamanan udara. Selain itu, akan membawa dampak yang juga besar terhadap pendapatan negara dari segi ekonomi, melalui pemasukan atas lalu lintas pesawat komersil.

Keinginan untuk mengambil alih FIR di wilayah Kepulauan Riau yang meliputi Batam, Tanjung Pinang, Karimun, dan Natuna atau biasa dikenal Blok ABC sudah lama direncanakan. Namun keinginan tersebut masih terhambat akibat kemampuan peralatan dan personelnya yang belum mumpuni dalam pengelolaan FIR.

Keseriusan pengambilalihan atas kontrol FIR di Blok ABC sudah ditunjukkan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Presiden menginstrusikan kementerian terkait untuk segera melakukan pembenahan dalam rangka pengambilalihan FIR di Blok ABC.

Saat menerima kunjungan kehormatan dari Deputi Perdana Menteri (PM) Singapura, Teo Chee Hean di Istana Negara pada Rabu (24/11/2015), Presiden Jokowi menegaskan komitmen pemerintah Indonesia terkait pengambilalihan atas kontrol FIR di blok ABC.


NEGARA HADIR UNTUK MELINDUNGI MEREKA YANG TERPINGGIRKAN

Presiden Jokowi, sejak menjadi Walikota Surakarta, kemudian Gubernur Jakarta, menggunakan pendekatan yang berbeda untuk dapat menjangkau kelompok-kelompok marjinal. Selama ini, problem terbesar masyarakat yang kurang terperhatikan ini adalah sulitnya mendapatkan akses terhadap layanan pokok seperti kesehatan dan pendidikan. Oleh karenanya, Kartu Pintar dan Kartu Sehat menjadi solusi yang dipilih Jokowi untuk membuka jalur bagi masyarakat marjinal. Ketika terpilih sebagai presiden, Jokowi juga melanjutkan program ini secara nasional.

Kaum marjinal sebagai kelompok masyarakat pra-sejahtera, berada di lingkungan perkotaan maupun pedesaan. Di perkotaan, mereka mempertahankan hidupnya dengan menjadi pemulung, pengemis, gelandangan, atau buruh kasar. Di pedesaan, mereka biasanya adalah golongan petani miskin atau buruh tani, nelayan, peladang atau pekerja kebun, yang biasanya tinggal di daerah terpencil, sulit dijangkau, atau minim infrastruktur.

Istilah tentang kelompok marjinal muncul berdasarkan tolok ukur atau patokan-patokan ekonomi. Analisa-analisa yang digunakan pun seringkali menggunakan pendekatan ekonomi, sementara masalah langsung yang sudah harus ditanggung kelompok ini bersifat sosial dan juga politik. Jangankan akses terhadap sumber-sumber atau bantuan ekonomi. Akses terhadap hak dasar seperti kesehatan dan pendidikan juga tak ada. Padahal, sehat dan terdidik adalah salah satu kunci untuk membongkar status ekonomi mereka yang sangat rentan itu.

Selain itu, kelompok marjinal juga mencakup di dalamnya para penyandang disabilitas, lanjut usia, masyarakat adat, orang dengan HIV/AIDS (ODHA), mantan narapidana, tuna sosial, serta korban kekerasan, eksploitasi dan NAPZA. Untuk kelompok-kelompok semacam ini, intervensi sosial yang dilakukan juga berbeda dengan kelompok-kelompok yang miskin secara ekonomi. Jumlahnya tidak sebesar mereka yang terpinggir secara ekonomi, namun secara sosial atau politik juga perlu mendapatkan perhatian dan perlindungan.

Oleh karena itu, pendekatan Jokowi dengan Kartu Pintar dan Kartu Sehat, meskipun masih mengalami kendala di sana-sini, adalah cara yang tepat sasaran karena menjangkau kelompok masyarakat terpinggirkan yang paling besar. Secara nasional, melalui Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Pemerintah menyiapkan 88,4 juta Kartu Indonesia Sehat, 20 juta Kartu Indonesia Sehat, dan 17 juta Kartu Keluarga Sejahtera. Dari jumlah yang 88,4 juta kartu, 2 juta di antaranya merupakan penyangga atau buffer. Ini artinya, Pemerintah meningkatkan jumlah ketersediaan Kartu Sehat itu dari rencana semula sebanyak 86 juta kartu.

Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMN) 2015-2019, pada tahun kelima atau 2019, diharapkan akan terdapat asistensi sosial berbasis keluarga yang komprehensif maupun temporer, serta tersedia pendampingan dan pelayanan sosial dengan Standar Pelayanan Minimum (SPM). Selain itu juga terjadi peningkatan jumlah penduduk kurang mampu yang tercakup dalam skema jaminan sosial ketenagakerjaan, peningkatan ketersediaan akses lingkungan dan system sosial bagi kelompok disabilitas, lansia, kelompok marjinal, ODHA, sampai dengan korban penyalahgunaan narkoba.

No comments:

Powered by Blogger.